TARAKAN – Polres Tarakan, Sebanyak 317 personel disiagakan melakukan pengamanan aksi demo yang dilakukan aliansi peduli demokrasi (APIRMASI) pada Jumat (23/8/2024) kemarin.
Penanganan kepada massa aksi yang diperkirakan lebih dari 200 orang dilakukan sesuai SOP. Dimana di momen yang sama di Pemkot Tarakan tengah dilakukan prosesi pengambilan sumpah jabatan dan pelantikan Anggota DPRD Kota Tarakan Periode 2024-2029.
Pihak kepolisian juga menegaskan tak ada tindakan represif sebagaimana disampaikan mahasiswa dalam aksi yang terjadi siang kemarin.
Kapolres Tarakan, AKBP Adi Saptia Sudirna menyampaikan bahwa apa yang dilakukan personel sudah sesuai SOP.
“Ada 317 personel dikerahkan.
Itu terdiri dari 232 personel Polres Tarakan, kemudian 85 personel dari Brimob. Dimana kegiatan tadi berlangsung cukup kondusif walaupun ada personel mengalami luka-luka,” aku Kapolres Tarakan, AKBP Adi Saptia Sudirna.
Unjuk Rasa di Kantor Wali Kota Tarakan kemarin setelah didata, sembilan personel mengalami luka di bagian dada, dahi dan tangan. Tiga personel luka robek bagian dahi dan tangan.
Kemudian data mahasiswa cedera di bagian dahi mengalami memar satu orang.
“Untuk personel kepolisian ada luka di kening maupun yang di jari saat kegiatan pengamanan tadi. Ada sekitar lima personel alami luka di kepala, di intel satu, dan Samapta empat di bagian jari. Yang luka di kepala kena bagian lemparan dan dari Samapta jarinya lecet,” ujarnya.
Kondisinya saat ini lanjut Kapolres Tarakan, sudah bisa diobati. Personel yang luka akibat dorongan, termasuk aksi lempar dan personel kepolisian ikut terkena lemparan di kening.
Memang pantauan, terjadi aksi dorong mendorong dan aksi lemparan dari massa aksi. Ini yang menjadikan situasi sempat tak kondusif. Sampai mobiom water canon disemprotkan untuk menghalau kericuhan lebih besar. Ini juga sesuai SOP yang dilakukan dalam penanganan massa unjuk rasa.
Untuk mahasiswa Kapolres Tarakan juga meluruskan, tidak ada menyeret melainkan dipisahkan personel atau dibawa persobel karena terluka dan dibawa ke mobil ambulance untuk diobati lalu dikembalikan.
Disinggung versi mahasiswa yang mengakui mendapatkan kontak fisik tindakan represif dan mengakui ada pecah kepala, Kapolres Tarakan menegaskan tidak ada tindakan seperti itu. Mahasiswa diharapkan jangan sampai menyampaikan pernyataan hiperbola.
Ia melanjutkan jika ada bahasa represif menurutnya itu bukan tindakan represif melainkan tindakan yang diambil polisi sesuai prosedur SOP. “Diawali dengan negosiator. Kemudian dalmas awal,sebagaimana mereka sampaikan kami juga melakukan pengamanan,” ujarnya.
Ia melanjutkan lagi jika mahasiswa merasa ada tindakan represif bisa dilakukan investigasi bersama dan bentuk tim bersama. ” Tidak ada kami lihat tindakan represif kami ada di situ memantau. Kecuali tindakan represif itu ada pemukulan,” tegas Kapolres Tarakan.
Begitu juga ia membantah jika personelnya menyeret massa aksi. “Tidak ada. Kalau memang ada indikasi itu kita bisa investigasi bersama dan kita selidiki tapi kan rekan-rekan lihat sendiri,” tambahnya.
Di lapangan lanjutnya memang situasi dan kondisinya para massa aksi banyak jatuh di antara sesamanya karena dorongan dan dengan kondisi saling berhimpitan.
“Apalagi di kiri dan kanan ada parit besar. Personel kami juga banyak jatuh akibat dorong-dorongan itu,” pungkasnya. (HumasResTrk)